Cinta dan
sayang memang adalah hal yang manusiawi pada manusia. Allah menganugerahi
perasaan cinta pada setiap insan. Bahkan Allah juga menurunkan aturan berkaitan
dengan cinta.Dalam banyak hadist Rasulullah SAW, Rasul menjelaskan tentang
adanya perasaan dan rasa sayang seorang muslim pada saudaranya (muslim yang
lain). Berikut adalah bagimana car seorang muslimah mencintai saudari
seimannya.
1. Mengasihi dan menyayangi karena
Allah Ta’ala
Banyak
cinta ternoda oleh kepentingan duniawi atau motif tersembunyi. Saudariku, cinta
sejati adalah hubungan yang berasal dari kemurnian cahaya bimbingan Islam (Dr
Muhammad A. Al-Hashimi). Ini adalah ikatan yang menghubungkan Muslim dengan
saudara seiman mereka. Tak peduli perbedaan bahasa mereka, perbedaan letak
geografis tempat ia berada, tak peduli perbedaan budaya dan warna kulit. (Ini
adalah) ikatan atas dasar iman kepada Allah (subhaanahu wa ta’ala).Sebuah cinta
yang merupakan ekspresi dari manisnya iman dapat dilihat dari hadist riwayat
Anas ra., ia berkata:
Nabi saw. bersabda: Ada tiga hal
yang barang siapa mengamalkannya, maka ia dapat menemukan manisnya iman, yaitu
orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada yang lain, mencintai
orang lain hanya karena Allah, tidak suka kembali ke dalam kekufuran (setelah
Allah menyelamatkannya) sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka.
Jadi ini bukan cinta demi status,
atau ketenaran. Ini adalah cinta yang membutuhkan hati yang bersih, hati yang
ringan, dan lembut.
Dari Mu’adz ibn Jabal ra, katanya:
Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, Berfirman Allah Yang Maha Mulia dan
Luhur: “Mereka yang berkasih-sayang demi Keluhuran-Ku, bagi mereka
mimbar-mimbar cahaya yang menyebabkan para An-Nabi dan para Asy-Syuhada iri
kepada mereka”. (HR. At Tirmidzi).
Cinta semacam inilah adalah
satu-satunya cara untuk menghilangkan kebencian, kecemburuan, dan persaingan
dari hati manusia.
2. Menunjukkan kepada mereka
kebaikan dan kesetiaan pada teman dan saudara mereka juga.
Pentingnya
kebaikan disebutkan ratusan kali dalam Al-Qur’an! Islam menanamkan pengikutnya
dengan karakteristik kebaikan dan kesetiaan terhadap teman-teman, termasuk
orang tua. Jika kita ingat kisah tentang Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu
‘anha yang berkata: “Saya tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari semua
istri-istri Nabi s.a.w. sebagaimana cemburu saya kepada Khadijah, padahal saya
tidak pernah melihatnya sama sekali, tetapi Nabi s.a.w. memperbanyak
menyebutkannya -yakni sering-sering disebut-sebutkan kebaikannya-.
Kadang-kadang Nabi s.a.w. menyembelih kambing kemudian memotong-motongnya
seanggota demi seanggota, kemudian dikirimkanlah kepada kawan-kawan Khadijah
itu.
3. Selalu berwajah hangat,
ramah, dan tersenyum
ketika bertemu
Begitu
berartinya sebuah senyuman dalam kehidupan hingga Rasulullah SAW bersabda dalam
hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi.
”Tabassumuka Fii Wajhi Akhiika
Shodaqoh.”
Artinya, “Tersenyum ketika
bertemu dengan saudara kalian adalah termasuk ibadah.”
Senyum
memiliki fungsi yang luar biasa dalam mengubah dunia. Mengapa demikian? Karena
senyum merupakan salah satu instrumen dakwah dan syiar Rasulullah SAW yang
turut melengkapi kemuliaan budi pekertinya dalam etika pergaulannya dan dalam
membina keharmonisan rumah tangganya.
Suatu
hari, seorang Badui Arab meminta sesuatu kepada Rasulullah SAW dengan menarik
sorban beliau hingga tercekik, dan tarikan sorban itu meninggalkan bekas pada
leher Rasulullah SAW. Orang ini berpikir, bahwa Rasulullah pasti marah setelah
ia melakukan hal tersebut. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Ia terkesima
menatap Rasulullah SAW yang tidak marah atas perlakuannya yang sangat kasar,
tetapi justru Rasulullah SAW tersenyum dengan ikhlas kepadanya.
Akhirnya,
senyum tulus Rasulullah SAW, membawa orang Badui ini menikmati indahnya Islam.
Sebuah senyum yang didasari ketulusan dan keimanan mampu mengubah keyakinan
seseorang. Ketulusan senyum dan kemuliaan budi pekertinya dalam berdagang
bahkan berperang membuatnya mampu menyebarkan Islam hingga Kisra dan Persia.
4. Tulus terhadap mereka
Ketulusan
adalah salah satu prinsip paling dasar dari Islam dan landasan utama iman.
Tanpa ketulusan, iman saudara adalah valid dan dia Islam adalah berharga.
Ketika orang-orang percaya pertama memberi kesetiaan (bai’’at) kepada Nabi
(sallallahu `alaihi wa sallam), mereka berjanji ketulusan mereka. Hal ini
diperkuat oleh pernyataan dari Jarir ibn ‘Abdullah (radiallahu `anhu):” Saya
memberi kesetiaan kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam) dan berjanji untuk
mengamati salat, membayar zakat dan untuk menjadi tulus terhadap setiap Muslim.”
[Muttafaqun 'alaihi]
Selanjutnya,
Nabi kita tercinta (sallallahu `alaihi wa sallam) berkata:” Tidak ada dari
kalian benar-benar beriman sampai ia mencintai saudaranya lebih dari dirinya
sendiri” [Muttafaqun 'alaihi]. Dan tentu saja mustahil cinta seperti itu bisa
ada tanpa adanya ketulusan.
5. Tidak meninggalkan atau membiarkan
saudaranya melenceng dari keimanan
Islam
adalah agama yang menyerukan cinta, silaturrahmi, dan kasih sayang sesama.
Islam juga melarang kita meninggalkan saudara dalam iman dan saling membenci
atau meninggalkan satu sama lain ketika ada yang melakukan kekufuran. Hal ini
tersirat dalam hadist yang ditulis oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad: “Tidak
ada dua orang yang mencintai satu sama lain karena Allah, atau karena Islam,
akan membiarkan pelanggaran kecil pertama yang dilakukan salah satu dari mereka”.
Hadits ini
menunjukkan bahwa kefuturan yang dialami saudara kita tidak boleh didiamkan.
kita harus mengingatkannya. Selain itu, tidak bertegur sapa dengan saudar
seiman tidak boleh terlalu lama, maksimal tiga hari. Semakin lama kerenggangan
berlangsung (3 hari atau lebih) yang lebih besar dosa dan yang lebih parah
adalah hukuman yang akan menimpa dua orang yang berselisih.
6. Menahan amarah
Marah
adalah hal yang manusiawi, terjadi pada siapa saja dalam suatu hubungan
persaudaraan. Namun, Muslim sejati akan mampu menahan amarahnya dan cepat
memaafkan saudaranya, dan tidak ada rasa malu dalam melakukannya. Sebaliknya,
dia mengakui ini sebagai hal yang baik yang dapat membawanya lebih dekat kepada
Allah dan mendapatkan cintanya-Nya yang Dia menganugerahkan hanya pada
orang-orang yang berbuat baik: “… [mereka] yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan). Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. ”
[Al-`Imran 3:134]
7. Tidak bergosip atau
menjelek-jelekkan mereka
Muslimah dilarang bergosip atau
menggunjing saudaranya dalam Islam. Dia tahu gosip itu adalah haraam Qur’an
mengatakan: “… janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang
lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha
Penerima Taubat, Maha Penyayang “. [Al-Hujuraat 49:12]
Muslimah yang cerdas akan menahan
lidahnya dan berbicara hanya yangbaik tentang saudaranya.
8. Menghindari berdebat dengan
mereka, membuat lelucon yang menyakitkan, dan melanggar janji
Hal ini tseperti hadist Rasulullah
yang dituliskan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad bahwa Nabi kita
(sallallahu `alaihi wa sallam) berkata:” Jangan berdebat dengan saudaramu,
jangan bercanda berlebihan dengan dia, jangan membuat janji dengannya kemudian
kamu ingkari.”
Berdebat mengarah ke kesalahpahaman
lebih lanjut, kekakuan, dan merupakan jalan pembuka bagi Iblis; lelucon
yang menyakitkan sering menyebabkan kebencian dan hilangnya rasa hormat, dan
melanggar janji membuat orang marah dan merusak cinta.
9. Murah hati dan rela berkorban
untuk saudaranya
Muslimah lebih suka bersahabat
dengan sesama Muslim atas non-Muslim. Ikatan kepercayaan umum membentuk dasar
bagi kemurahan hati, karakteristik Islam yang dasar. Kami memohon dari Allah
(subhaanahu wa ta’ala) menjadi “… dan bersikap lemah lembut terhadap
orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir…”
[Al-Maidah 5:54]
10. Berdoa untuk saudaranya dalam
ketidakhadiran mereka
Muslimah yang tulus yang benar-benar
menyukai sauadarnya melebihi dirinya sendiri, maka ia tidak lupa berdoa untuk
saudaranya dalam ketiadaannya.
Dengan menjadkan Islam sebagai
identitas utama kita untuk mencintai saudara seiman atas dasar kepatuhan kepada
Allah Ta’ala adalah satu-satunya hal yang akan menyelamatkan kita di Hari
Kebangkitan kelak. Wallohua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar