welcome to my blog


الهُمَّ تَقَبَّل مِنَّا صَالِحَ أعمَالِنَا وَ اغفِرلَنَا ذُنُوبَنَا وَ كَفِّر عنَّ سيِّئَاتِنَا

Minggu, 11 September 2011

tanya jawab,islam


 apa pendapat anda tentang seseorang yang tidak mengharapkan syurga, tidak takut neraka, tidak takut Alloh, memakan bangkai, sholat tanpa ruku’ dan sujud, ia menjadi saksi atas apa-apa yang tidak ia lihat, membenci kebenaran, senang terhadap fitnah, lari dari rahmah, serat mempercayai yahudi dan nasrani?”
Ialah wali Alloh, ia tidak mengharapkan syurga dan tidak takut neraka, artinya ia mengharapkan pemilik syurga serta takut pada pemilik neraka. Ia tidak takut kepada Alloh, itu karena ia tidak takut bahwa Alloh akan berbuat tidak adil kepadanya, sebagaimana dinyatakan oleh Alloh SWT., “Sesungguhnya tuhanmu tidak akan berbuat zhalim sedikitpun kepada hamba-Nya.”(fushilat:46)
Ia makan bangkai , itu karena ia makan ikan. Adapun ia shalat tanpa shalat tanpa ruku’ dan sujud, itu artinya ia mengucapkan shalawat nabi SAW. Atauia shalat jenazah. Adapun ia bersaksi atas apa-apa yang ia tidak lihat, itu artinya ia bersaksi bahwa tiada tuhan selain Alloh dan Muhammad hambanya dan rasul-Nya. Adapun bahwa ia membenci kebenaran, itu artinya ia membenci kematian, karena kematian merupaka kebenaran, ia juga mencintai keabadian sehingga ia bisa mentaati Alloh Ta’ala. Sebagaimana difirmankan dalam Al qur’an :
telah dating sakaratul maut dengan kebenaran.”(qaf:19)
Ia menyukai fitnah, itu artinya ia mencintai harta dan anak,sebagaimana difirmankan dalam Al-qur’an :
sesungguhnya harta dan anak-anakmu merupakan fitnah.”(At-taghabun:15)
Adapun bahwa ia lari dari rahmat, maksudnya adalah ia lari dari hujan (yang merupakan gerimis dan rahmat). Adapun bahwa ia mempercayai yahudi dan nasrani, maksudnya adalah sebagaimana difirmankan dalam Al-qur’an :
Orang-orang yahudi berkata bahwa orang-orang nasrani itu tidak ada artinya apa-apa, orang-orang nasranipun berkata bahwa orang-orang yahudipun tidak ada artinya.”
READ MORE - tanya jawab,islam

Manusia, pada hakikatnya, secara kodrati dinugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Alloh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak pokok ini disebut hak asasi manusia (HAM). Hak asasi manusia adalah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Pada gilirannya, hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.

      Umumnya, kita, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam (sebagai akibat dari pola pendidikan ala Barat yang dikembangkan semenjak jaman penjajahan Belanda dan diteruskan di era republik pasca proklamasi kemerdekaan hingga kini) mengenal konsepsi HAM yang berasal dari Barat. Kita mengenal konsepsi HAM itu bermula dari sebuah naskah Magna Charta, tahun 1215, di Inggris, dan yang kini berlaku secara universal mengacu pada Deklarasi Universal HAM (DUHAM), yang diproklamasikan PBB, 10 Desember 1948.

       Padahal, kalau kita mau bicara jujur serta mengaca pada sejarah, sesungguhnya semenjak Nabi Muhammad S.A.W. memperoleh kenabiannya (abad ke-7 Masehi, atau sekira lima ratus tahun/lima abad sebelum Magna Charta lahir), sudah dikenalkan HAM serta dilaksanakan dan ditegakkannya HAM dalam Islam. Atas dasar ini, tidaklah berlebihan kiranya bila sesungguhnya konsepsi HAM dalam Islam telah lebih dahulu lahir ketimbang konsepsi HAM versi Barat. Bahkan secara formulatif, konsepsi HAM dalam Islam relatif lebih lengkap daripada konsepsi HAM universal. Islam sesunguhnya sebuah proklamasi pembebasan manusia bagi seluruh manusia di seluruh penjuru bumi; bukan proklamasi  pembebasan  khusus bagi bangsa arab saja. Seorang tidak bisa disebut “muslim”, meski ia mengaku muslim, manakala ia masih menjalankan praktik-praktik jahiliyah.

       Untuk memverifikasi benar-tidaknya bahwa konsepsi HAM dalam Islam telah lahir lebih dulu ketimbang konsepsi HAM versi Barat atau universal, maka perlu ditelusuri tentang sejarah HAM universal dan sejarah HAM dalam Islam. Selain itu, perlu pula ditelaah mengenai konsepsi HAM universal dibandingkan dengan konsepsi HAM dalam Islam. Dari sini, diharapkan akan terkuak kebenaran "historis" tentang sejarah HAM dan konsepsi HAM secara universal serta sejarah HAM dan konsepsi HAM dalam Islam.
Betapa rapuhnya hidup tanpa keyakinan, betapa beratnya hidup tanpa kebebasan, dan betaap merananay hidup ketika jiwa-jiwa dibelenggu oleh orang-orang lalim yang telah membelenggu kebebasan diri, walaupun kesesatan sedang berkuasa, meski kesesatan memiliki dinding dan tembok besar, serta massa dan pengikut yang banyak, hal ini takkan mengubah kebenaran sedikitpun.
UNTUK LEBIH LENGKAPNYA , DOWNLOAD EBOOK INI,KLIK DISINI  

READ MORE -

Rabu, 07 September 2011

Bibit malapetaka umat


Marak terjadinya  penyimpangan-penyimpangan social dewasa ini, sebagaimana telah kita ketahui bersama akan turunnya moral bangsa ini. Semua itu terbukti dan terjadi dari kalangan atas, menengah hingga kalangan bawah. Penipuan, kecurangan, hingga menghilangkan nyawa orang lain telah banyak terjadi. Tersiar di media-media massa, elektronik dan lain-lain.
Bagaimana dengan kaum muslimin yang justru melakukan hal tersebut. Padahal telah jelas diterangkan oleh Alloh dalam Al qur’an larangan untuk berbuat hal tercela semacam itu. Lalu dimanakah titik masalah keruwetan ini?, apa penyebab utama atas terjadinya penyimpangan ini?, dan yang tak kalah penting, bagaimana meretas keruwetan di tengah bangsa ini?. Dari berbagai persoalan inilah penulis terinspirasi untuk menguraikannya dalam sebuah tulisan sederhana, yang mana bisa menjadi manfaat bagi kita semua untuk kembali berbenah diri.
.                Abstraksi
 Tulisan sederhana ini menjelaskan berbagai permasalahan umat saat ini, yang mana jika tidak segera diretaskan akan menjadi malapetaka besar kedepannya. Setiap muslim menanggung amanah besar hidup di bumi ini, maka seharusnyalah menjaga keseimbangan roda kehidupan didalamnya.
Masalah-masalah yang terjadi dan telah kita ketahui bersama ialah banyaknya kecurangan, persengketaan, perselisihan, penindasan, diskriminasi, dan banyak hal lain semua itu tidaklah terjadi jika akhlaq bangsa ini tinggi dan berkualitas. Namun, yang terjadi hari ini adalah penurunan akhlaq dan moral yang sangat drastis. Hilangnya kejujuran menjadikan tersebarnya penipuan, kecurangan, korupsi dll. Ghosob mendidik manusia menjadi penjilat-penjilat, penipu, koruptor dan pencuri kelas berat. Kesombongan menciptakan penindasan dan monopoli kepada yang lemah. Dendam dan iri hati mengadakan banyak persengketaan dan perselisihan dimana-mana.
Alloh telah menurunkan dan menjadikan sebagian hambaNya sebagai suri tauladan yang baik dan gambaran bagi manusia lain dalam menapaki hidup agar selamat dunia dan akhirat. Ikhlas, Jujur, rendah hati, saling mengenal, memahami dan membantu diantar sesame muslim adalah sebagian kecil sifat yang dicontohkan mereka,para salaful ummah, ahlul qurun dari sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
 Untuk lebih lengkap, dapat klik disini!!

READ MORE - Bibit malapetaka umat

Selasa, 06 September 2011

Bibit malapetaka umat


Marak terjadinya  penyimpangan-penyimpangan social dewasa ini, sebagaimana telah kita ketahui bersama akan turunnya moral bangsa ini. Semua itu terbukti dan terjadi dari kalangan atas, menengah hingga kalangan bawah. Penipuan, kecurangan, hingga menghilangkan nyawa orang lain telah banyak terjadi. Tersiar di media-media massa, elektronik dan lain-lain.
Bagaimana dengan kaum muslimin yang justru melakukan hal tersebut. Padahal telah jelas diterangkan oleh Alloh dalam Al qur’an larangan untuk berbuat hal tercela semacam itu. Lalu dimanakah titik masalah keruwetan ini?, apa penyebab utama atas terjadinya penyimpangan ini?, dan yang tak kalah penting, bagaimana meretas keruwetan di tengah bangsa ini?. Dari berbagai persoalan inilah penulis terinspirasi untuk menguraikannya dalam sebuah tulisan sederhana, yang mana bisa menjadi manfaat bagi kita semua untuk kembali berbenah diri.
.     
Tulisan sederhana ini menjelaskan berbagai permasalahan umat saat ini, yang mana jika tidak segera diretaskan akan menjadi malapetaka besar kedepannya. Setiap muslim menanggung amanah besar hidup di bumi ini, maka seharusnyalah menjaga keseimbangan roda kehidupan didalamnya.
Masalah-masalah yang terjadi dan telah kita ketahui bersama ialah banyaknya kecurangan, persengketaan, perselisihan, penindasan, diskriminasi, dan banyak hal lain semua itu tidaklah terjadi jika akhlaq bangsa ini tinggi dan berkualitas. Namun, yang terjadi hari ini adalah penurunan akhlaq dan moral yang sangat drastis. Hilangnya kejujuran menjadikan tersebarnya penipuan, kecurangan, korupsi dll. Ghosob mendidik manusia menjadi penjilat-penjilat, penipu, koruptor dan pencuri kelas berat. Kesombongan menciptakan penindasan dan monopoli kepada yang lemah. Dendam dan iri hati mengadakan banyak persengketaan dan perselisihan dimana-mana.
Alloh telah menurunkan dan menjadikan sebagian hambaNya sebagai suri tauladan yang baik dan gambaran bagi manusia lain dalam menapaki hidup agar selamat dunia dan akhirat. Ikhlas, Jujur, rendah hati, saling mengenal, memahami dan membantu diantar sesame muslim adalah sebagian kecil sifat yang dicontohkan mereka,para salaful ummah, ahlul qurun dari sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
 untuk kelengkapannya, dapat di klik disini!!!!!
READ MORE - Bibit malapetaka umat

Sabtu, 03 September 2011

cinta adalah anugrah


Cinta dan sayang memang adalah hal yang manusiawi pada manusia. Allah menganugerahi perasaan cinta pada setiap insan. Bahkan Allah juga menurunkan aturan berkaitan dengan cinta.Dalam banyak hadist Rasulullah SAW, Rasul menjelaskan tentang adanya perasaan dan rasa sayang seorang muslim pada saudaranya (muslim yang lain). Berikut adalah bagimana car seorang muslimah mencintai saudari seimannya.
1. Mengasihi dan menyayangi karena Allah Ta’ala
Banyak cinta ternoda oleh kepentingan duniawi atau motif tersembunyi. Saudariku, cinta sejati adalah hubungan yang berasal dari kemurnian cahaya bimbingan Islam (Dr Muhammad A. Al-Hashimi). Ini adalah ikatan yang menghubungkan Muslim dengan saudara seiman mereka. Tak peduli perbedaan bahasa mereka, perbedaan letak geografis tempat ia berada, tak peduli perbedaan budaya dan warna kulit. (Ini adalah) ikatan atas dasar iman kepada Allah (subhaanahu wa ta’ala).Sebuah cinta yang merupakan ekspresi dari manisnya iman dapat dilihat dari hadist riwayat Anas ra., ia berkata:
Nabi saw. bersabda: Ada tiga hal yang barang siapa mengamalkannya, maka ia dapat menemukan manisnya iman, yaitu orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada yang lain, mencintai orang lain hanya karena Allah, tidak suka kembali ke dalam kekufuran (setelah Allah menyelamatkannya) sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka.
Jadi ini bukan cinta demi status, atau ketenaran. Ini adalah cinta yang membutuhkan hati yang bersih, hati yang ringan, dan lembut.
Dari Mu’adz ibn Jabal ra, katanya: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, Berfirman Allah Yang Maha Mulia dan Luhur: “Mereka yang berkasih-sayang demi Keluhuran-Ku, bagi mereka mimbar-mimbar cahaya yang menyebabkan para An-Nabi dan para Asy-Syuhada iri kepada mereka”. (HR. At Tirmidzi).
Cinta semacam inilah adalah satu-satunya cara untuk menghilangkan kebencian, kecemburuan, dan persaingan dari hati manusia.
2. Menunjukkan kepada mereka kebaikan dan kesetiaan pada teman dan saudara mereka juga.
Pentingnya kebaikan disebutkan ratusan kali dalam Al-Qur’an! Islam menanamkan pengikutnya dengan karakteristik kebaikan dan kesetiaan terhadap teman-teman, termasuk orang tua. Jika kita ingat kisah tentang Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha yang berkata: “Saya tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari semua istri-istri Nabi s.a.w. sebagaimana cemburu saya kepada Khadijah, padahal saya tidak pernah melihatnya sama sekali, tetapi Nabi s.a.w. memperbanyak menyebutkannya -yakni sering-sering disebut-sebutkan kebaikannya-. Kadang-kadang Nabi s.a.w. menyembelih kambing kemudian memotong-motongnya seanggota demi seanggota, kemudian dikirimkanlah kepada kawan-kawan Khadijah itu.
3. Selalu berwajah hangat, ramah,  dan tersenyum ketika bertemu
Begitu berartinya sebuah senyuman dalam kehidupan hingga Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan  At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi.
”Tabassumuka Fii Wajhi Akhiika Shodaqoh.”
Artinya, “Tersenyum ketika bertemu dengan saudara kalian adalah termasuk ibadah.”
Senyum memiliki fungsi yang luar biasa dalam mengubah dunia. Mengapa demikian? Karena senyum merupakan salah satu instrumen dakwah dan syiar Rasulullah SAW yang turut melengkapi kemuliaan budi pekertinya dalam etika pergaulannya dan dalam membina keharmonisan rumah tangganya.
Suatu hari, seorang Badui Arab meminta sesuatu kepada Rasulullah SAW dengan menarik sorban beliau hingga tercekik, dan tarikan sorban itu meninggalkan bekas pada leher Rasulullah SAW. Orang ini berpikir, bahwa Rasulullah pasti marah setelah ia melakukan hal tersebut. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Ia terkesima menatap Rasulullah SAW yang tidak marah atas perlakuannya yang sangat kasar, tetapi justru Rasulullah SAW tersenyum dengan ikhlas kepadanya.
Akhirnya, senyum tulus Rasulullah SAW, membawa orang Badui ini menikmati indahnya Islam. Sebuah senyum yang didasari ketulusan dan keimanan mampu mengubah keyakinan seseorang. Ketulusan senyum dan kemuliaan budi pekertinya dalam berdagang bahkan berperang membuatnya mampu menyebarkan Islam hingga Kisra dan Persia.
4. Tulus terhadap mereka
Ketulusan adalah salah satu prinsip paling dasar dari Islam dan landasan utama iman. Tanpa ketulusan, iman saudara adalah valid dan dia Islam adalah berharga. Ketika orang-orang percaya pertama memberi kesetiaan (bai’’at) kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam), mereka berjanji ketulusan mereka. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Jarir ibn ‘Abdullah (radiallahu `anhu):” Saya memberi kesetiaan kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam) dan berjanji untuk mengamati salat, membayar zakat dan untuk menjadi tulus terhadap setiap Muslim.” [Muttafaqun 'alaihi]
Selanjutnya, Nabi kita tercinta (sallallahu `alaihi wa sallam) berkata:” Tidak ada dari kalian benar-benar beriman sampai ia mencintai saudaranya lebih dari dirinya sendiri” [Muttafaqun 'alaihi]. Dan tentu saja mustahil cinta seperti itu bisa ada tanpa adanya ketulusan.
5. Tidak meninggalkan atau membiarkan saudaranya melenceng dari keimanan
Islam adalah agama yang menyerukan cinta, silaturrahmi, dan kasih sayang sesama. Islam juga melarang kita meninggalkan saudara dalam iman dan saling membenci atau meninggalkan satu sama lain ketika ada yang melakukan kekufuran. Hal ini tersirat dalam hadist yang ditulis oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad: “Tidak ada dua orang yang mencintai satu sama lain karena Allah, atau karena Islam, akan membiarkan pelanggaran kecil pertama yang dilakukan salah satu dari mereka”.
Hadits ini menunjukkan bahwa kefuturan yang dialami saudara kita tidak boleh didiamkan. kita harus mengingatkannya. Selain itu, tidak bertegur sapa dengan saudar seiman tidak boleh terlalu lama, maksimal tiga hari. Semakin lama kerenggangan berlangsung (3 hari atau lebih) yang lebih besar dosa dan yang lebih parah adalah hukuman yang akan menimpa dua orang yang berselisih.
6. Menahan amarah
Marah adalah hal yang manusiawi, terjadi pada siapa saja dalam suatu hubungan persaudaraan. Namun, Muslim sejati akan mampu menahan amarahnya dan cepat memaafkan saudaranya, dan tidak ada rasa malu dalam melakukannya. Sebaliknya, dia mengakui ini sebagai hal yang baik yang dapat membawanya lebih dekat kepada Allah dan mendapatkan cintanya-Nya yang Dia menganugerahkan hanya pada orang-orang yang berbuat baik: “… [mereka] yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan). Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. ” [Al-`Imran 3:134]
7. Tidak bergosip atau menjelek-jelekkan mereka
           Muslimah dilarang bergosip atau menggunjing saudaranya dalam Islam. Dia tahu gosip itu adalah haraam Qur’an mengatakan: “… janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang “. [Al-Hujuraat 49:12]
Muslimah yang cerdas akan menahan lidahnya dan berbicara hanya yangbaik tentang saudaranya.
8. Menghindari berdebat dengan mereka, membuat lelucon yang menyakitkan, dan melanggar janji
            Hal ini tseperti hadist Rasulullah yang dituliskan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad bahwa Nabi kita (sallallahu `alaihi wa sallam) berkata:” Jangan berdebat dengan saudaramu, jangan bercanda berlebihan dengan dia, jangan membuat janji dengannya kemudian kamu ingkari.”
Berdebat mengarah ke kesalahpahaman lebih lanjut, kekakuan, dan merupakan  jalan pembuka bagi Iblis; lelucon yang menyakitkan sering menyebabkan kebencian dan hilangnya rasa hormat, dan melanggar janji membuat  orang marah dan merusak cinta.
9. Murah hati dan rela berkorban untuk saudaranya
             Muslimah lebih suka bersahabat dengan sesama Muslim atas non-Muslim. Ikatan kepercayaan umum membentuk dasar bagi kemurahan hati, karakteristik Islam yang dasar. Kami memohon dari Allah (subhaanahu wa ta’ala) menjadi “… dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir…” [Al-Maidah 5:54]
10. Berdoa untuk saudaranya dalam ketidakhadiran mereka
              Muslimah yang tulus yang benar-benar menyukai sauadarnya melebihi dirinya sendiri, maka ia tidak lupa berdoa untuk saudaranya dalam ketiadaannya.
              Dengan menjadkan Islam sebagai identitas utama kita untuk mencintai saudara seiman atas dasar kepatuhan kepada Allah Ta’ala adalah satu-satunya hal yang akan menyelamatkan kita di Hari Kebangkitan kelak. Wallohua’lam.
READ MORE - cinta adalah anugrah

Minggu, 28 Agustus 2011

Kadar jenis zakat fithri


Besarnya zakat fitrah adalah satu sha’ per orang, yaitu empat kali tangkupan dua telapak tangan orang dewasa. Satu sha’ menurut ukuran sekarang adalah sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter. Berdasar hadits,

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ إِذْ كَانَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ 
أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِظٍّ

Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata: “Kami mengeluarkan zakat fithri pada zaman Rasulullah SAW berupa satu sha’ makanan, atau satu sha’ tepung gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ anggur kering, atau satu sha’ susu bubuk (keju atau mentega).” (HR. Bukhari no. 1505 dan Muslim no. 985) 
READ MORE - Kadar jenis zakat fithri

Mustahiq zakat fithri


Para ulama berbeda pendapat tentang alokasi penyaluran zakat fithri:
  1. Madzhab Maliki berpendapat zakat fithri hanya boleh dibagikan kepada golongan fakir dan miskin semata. Berdasar hadits dari Ibnu Abbas RA berkata: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri sebagai pembersih bagi orang yang shaum dari perkataan yang tidak berguna dan perkataan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin.(HR. Abu Dawud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827 dengan sanad hasan)
  2. Mayoritas ulama (madzhab Hanafi, Syafi’i, dan Hambali) berpendapat zakat fithri bisa dibagikan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat mal, bukan hanya golongan fakir dan miskin semata. Pendapat inilah yang lebih benar dan kuat. Alasannya, penyebutan sebagian golongan penerima zakat (fakir dan miskin) dalam hadits Ibnu Abbas bukan berarti membatasi penerima zakat dalam dua golongan tersebut saja. Hal ini sebagaimana penyebutan golongan fakir-miskin sebagai penerima zakat mal dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Mu’adz bin Jabal:
أَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ إِلَى فُقَرَائِهِمْ
Maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat dalam harta mereka, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.” (HR. Bukhari no. 1496 dan Muslim no. 19)
Meski yang disebutkan sebagai penerima zakat mal dalam hadits tersebut hanya golongan fakir dan miskin, bukan berarti golongan yang lain tidak berhak menerimanya. Karena berdasar ayat Al-Qur’an, penerima zakat mal bukan hanya dua golongan itu, melainkan delapan golongan. Allah SWT berfirman,
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Muallaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah (9): 60)
READ MORE - Mustahiq zakat fithri

the real truth

jika engkau merasa berat saat membelalakkan mata,bukanlah kantuk sebenarnya,tapi ketidak siapan menhadapi hari ini,namun jika terasa segar saat membelalakkan mata sesungguhnya ada harapan baik yg akan dihadapi hari ini