welcome to my blog


الهُمَّ تَقَبَّل مِنَّا صَالِحَ أعمَالِنَا وَ اغفِرلَنَا ذُنُوبَنَا وَ كَفِّر عنَّ سيِّئَاتِنَا

Minggu, 28 Agustus 2011

Jenis Zakat Fithri


Hadits di atas menyebutkan zakat fithri dikeluarkan dalam bentuk lima jenis makanan pokok, yaitu makanan (biji gandum: burr atau qamh), kurma, tepung gandum (sya’ir), anggur kering, dan susu bubuk.
Untuk daerah atau negara yang makanan pokoknya selain lima makanan di atas, mazhab Hambali membatasi zakat fithri dalam bentuk lima makanan pokok tersebut semata, dan tidak memperbolehkan zakat dalam bentuk jenis makanan lain. Namun pendapat yang lebih kuat  adalah pendapat madzhab Maliki dan Syafi’I, yaitu boleh membayar zakat dengan makanan pokok lain yang mereka konsumsi sehari-hari; beras, jagung, sagu, dan lain sebagainya. Pendapat terakhir inilah yang lebih kuat karena beberapa alasan:
  1. Lima makanan yang disebutkan dalam nash hadits tersebut adalah makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari oleh kaum muslimin di jazirah Arab pada zaman itu. Maka perintah zakat disesuaikan dengan jenis makanan pokok yang dikonsumsi oleh umat Islam. Jika kaum muslimin di tempat lain mengkonsumsi makanan pokok yang lain, tentu mereka tidak dibebani untuk mengeluarkan zakat fithri dalam bentuk makanan yang tidak mereka konsumsi.
  2. Zakat fithri adalah kewajiban yang berkaitan dengan badan (makan kembali setelah sebulan penuh melakukan shaum Ramadhan), seperti halnya kewajiban kafarah. Berbeda halnya dengan zakat mal yang berkaitan dengan harta. Oleh karenanya ketentuan zakat fithrah adalah seperti ketentuan kafarah, makanan yang dikeluarkan adalah sesuai makanan yang dikonsumsi sehari-hari, berdasar firman Allah; “…maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.” (QS. Al-Maidah (5): 89)  
Zakat fithri wajib dibayarkan dalam bentuk makanan pokok yang biasa dikonsumsi sehari-hari dan tidak boleh dibayarkan dalam bentuk uang, karena Nabi SAW dan para sahabat membayarkannya dengan makanan pokok. Bukan dengan uang yang biasa mereka pakai seperti uang dinar maupun dirham. Padahal di zaman tersebut uang dinar dan dirham beredar luas. Seandainya zakat fithri boleh dibayarkan dalam bentuk uang, tentulah Nabi SAW telah menyebutkannya dalam hadits mengingat pentingnya permasalahan tersebut. Tidak adanya penyebutan izin tersebut dalam hadits, padahal seluruh faktor pendukungnya ada, merupakan bukti tidak bolehnya membayar zakat fithri dalam bentuk uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

the real truth

jika engkau merasa berat saat membelalakkan mata,bukanlah kantuk sebenarnya,tapi ketidak siapan menhadapi hari ini,namun jika terasa segar saat membelalakkan mata sesungguhnya ada harapan baik yg akan dihadapi hari ini